Archive
Membuat program Keselamatan Pertambangan
Dalam SKKNI Keselamatan Pertambangan (Kemenaker 5 Tahun 2023) Unit Kompetensi B.05KPM00.013.1 Mengelola Program Keselamatan Pertambangan (KP), Elemen 1 Membuat program KP, terdapat KUK 1.1 Peraturan Perundang-undangan dan standar terkait yang berlaku sebagai dasar menyusun program KP diidentifikasi sesuai dengan prosedur. Tulisan kali ini menjelaskan cara mengidentifikasi peraturan perundangan-undangan dan standar terkait dengan penyusunan program KP yang sekiranya dapat memberikan gambaran besar untuk perusahaan tambang dalam membuat program KP.
Format penyusunan program KP dapat kita temukan dalam Kepmen 373.K/MB.01/MEM.B/2023 tentang Pedoman Pelaksanaan Penyusunan, Evaluasi, dan Persetujuan RKAB pada kegiatan usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara halaman 506 aspek Keselamatan Pertambangan, program KP disusun menggunakan matrik 24g (golongan mineral logam), matrik 22g (golongan mineral bukan logam), matrik 18e (golongan batuan), matrik 22g (golongan batubara). Tulisan kali ini mengambil matrik 24g (halaman 216 s.d. 220) sebagai contoh format penyusunan program KP.
Program KP dalam matrik 24g dibagi menjadi 4 kategori sebagai berikut.
A. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pertambangan
- Keselamatan Kerja Pertambangan
- inspeksi, pertemuan, kampanye, rambu jalan pertambangan, APD dan alat keselamatan, manajemen risiko, pendidikan dan pelatihan, pelaporan, tim dan simulasi keadaan darurat, pencegahan dan penyelidikan kecelakaan, safety patrol
- Kesehatan Kerja Pertambangan
- pemeriksaan kesehatan awal, berkala, khusus, akhir, pengelolaan hiegienis dan sanitasi, pengelaaan ergonomis, pengelolaan makanan/minuman dan gizi pekerja, diagnosis dan pemeriksaan PAK, inspeksi, pendidikan dan pelatihan, kampanye, pelaporan, penyediaan obat-obatan dan P3K
- Lingkungan Kerja Pertambangan
- pengelolaan debu, kebisingan, getaran, pencahayaan, kualitas udara kerja, iklim kerja, radiasi, faktor kimia, faktor biologi, kebersihan lingkungan kerja
- Sistem Manajemen KP (SMKP)
- audit internal
- audit eksternal
B. Keselamatan Operasi Pertambangan
- Pengelolaan SPIP pertambangan
- Pengelolaan dan pemantauan pengamanan instalasi
- Pengujian kelayakan penggunaan SPIP pertambangan
- Kompetensi tenaga teknik
- Kajian teknis pertambangan
C. Pelaksanaan Bulan K3 Nasional
D. Program berdasarkan hasil pengukuran tingkat pencapaian kinerja KP
- indikator 1 (tingkat partisipasi pekerja)
- indikator 2 (tanggung jawab pimpinan unit kerja)
- indikator 3 (analisis dan statistik insiden)
- indikator 4 (upaya pengendalian yang telah dilakukan)
Semoga bermanfaat – FN
GMP (Good Mining Practice) Award
Berdasarkan PP 55-2010 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara pasal 36 – pelaksanaan pengawasan oleh Inspektur Tambang dapat dilakukan melalui 3 hal, yaitu 1) evaluasi terhadap laporan berkala dan/atau sewaktu-waktu, 2) pemeriksaan berkala atau sewaktu-waktu, dan 3) penilaian atas keberhasilan pelaksanaan program dan kegiatan – dan Permen ESDM 26-2018 tentang Pelaksanaan Kaidah Pertambangan yang Baik dan Pengawasan Pertambangan Mineral dan Batubara – maka Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) setiap tahun mengadakan GMP (Good Mining Practice) Award dari setiap aspek, yaitu aspek Teknis Pertambangan, Konservasi Minerba, Keselamatan Pertambangan, Perlindungan Lingkungan Pertambangan, dan Standarisasi dan Usaha Jasa Pertambangan.
Tulisan kali ini akan berfokus pada aspek Keselamatan Pertambangan, di dalamnya terdapat beberapa kriteria/indikator penilaian sebagai berikut:
- Informasi KTT dan Perusahaan tambang
- RKAB (Rencana Kerja Anggaran dan Biaya)
- Statistik Keselamatan Kerja, meliputi jumlah kumulatif tenaga kerja; jumlah jam kerja kumulatif; jumlah korban kecelakaan tambang berakibat cedera ringan, berat, dan mati; jumlah hari kerja hilang kumulatif; nilai Frequency Rate/FR; nilai Severity Rate/SR; jumlah kejadian berbahaya
- Statistik Kesehatan Kerja, meliputi jumlah pekerja yang sakit; jumlah absensi pekerja; nilai Absence Severity Rate/ASR; nilai Mordibity Frequency Rate/MFR; jumlah Kejadian Akibat Penyakit Tenaga Kerja/KAPTK; jumlah pekerja yang diduga mengalami Penyakit Akibat Kerja/PAK
- Kompetensi Tenaga Kerja, meliputi jumlah tenaga operasional; tenaga administrasi; tenaga pengawas; pengawas tersertifikasi POP, POM, POU
- Laporan Audit SMKP Minerba, meliputi nilai audit SMKP setiap elemen; nomor register auditor SMKP; rencana tindak lanjut audit dan bukti pelaksanaan; dokumen manajemen risiko
- Laporan berkala dan laporan khusus
Semoga bermanfaat (ditulis dari Tembagapura Papua)
Decision Making in Safety
Proses pengambilan keputusan dalam K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) merupakan hal yang penting untuk memastikan Sistem Manajemen K3 berjalan dengan baik dalam mencegah kecelakaan/kesakitan pekerja dan meningkatkan kinerja K3. Dalam ranah kebijakan publik, suatu keputusan yang baik akan memenuhi kaidah VIUOF (Valid, Important, Useful, Original, Feasible).
Menggunakan teori kebijakan publik, beberapa metode berikut dapat diadopsi untuk mengambil keputusan dalam K3 dalam sebuah perusahaan:
- Metode incremental: keputusan dibuat berdasarkan keputusan sebelumnya untuk menjaga konsistensi dan memperkecil kesenjangan. Metode ini biasanya terkait dengan kebijakan atau peraturan perundang-undangan sebelumnya. Kritik terhadap metode ini adalah tidak dinamis mengikuti perubahan yang terjadi.
- Metode partisipasi: berbeda dengan keputusan incremental, keputusan yang dibuat dengan metode partisipasi melibatkan partisipasi aktif dari pihak-pihak yang berkepentingan sehingga sangat dinamis mengikuti perubahan yang terjadi. Kritik terhadap metode ini adalah dominasi kepentingan/kepuasan dari beberapa pihak yang mengambil keuntungan kelompok tertentu.
- Metode trial-error/best practice: keputusan dibuat berdasarkan pengalaman dan kejadian real di lapangan sehingga memunculkan pembelajaran (trial-error) dan praktek terbaik (best practices). Kritik terhadap keputusan ini adalah beberapa praktek terbaik tidak bisa digeneralisir ke konteks/lingkungan yang berbeda.
- Metode penelitian: keputusan dibuat berdasarkan metode ilmiah menggunakan pendekatan akademis mulai dari perumusan masalah, pengumpulan data, analisis sampai penarikan kesimpulan. keputusan ini juga disebut juga sebagai evidence-based decision karena berdasarkan bukti yang dikumpulkan. Kritik terhadap keputusan ini adalah memerlukan orang dengan latar belakang penelitian dan membutuhkan waktu yang lama serta sumber daya yang memadai.
- Metode Big Data: keputusan dibuat secara cepat menggunakan data yang dikumpulkan secara cepat dan dengan algoritma tertentu menghasilkan pola yang dapat diprediksi secara akurat. Pada prinsipnya keputusan ini merubah pendekatan evidence-based decision menjadi data-driven decision. Kritik terhadap metode ini adalah memerlukan identifikasi, pengumpulan, pemilahan, dan analisis data yang besar didukung oleh infrastruktur dan sumber daya yang memadai.
Apapun metode yang digunakan, tentu saja silahkan disesuaikan dengan konteks permasalahan K3 yang dihadapi dan tentunya dapat memecahkan masalah K3 tersebut.
Semoga bermanfaat (ditulis dari Tembagapura – FN)
Pengelolaan Big Data dalam Safety (Bagian 2)
Dalam tulisan sebelumnya, kita mendapatkan gambaran bagaimana sejarah Safety berevolusi setiap dekade (masa 10 tahun) dari 1900 s.d. 2010. Mempelajari sejarah safety tersebut dapat memberikan pemahaman yang baik mengenai model yang akan kita gunakan untuk proses pengumpulan dan analisis data safety. Sebagian pakar membedakan teori-teori tersebut menjadi dikotom/binomial (linear dan tidak linear), akan tetapi saya akan melihatnya dari perspektif epidemiologi mengenai kausalitas.
Kausalitas dalam perspektif epidemiologi dibagi menjadi dua pendekatan, yaitu pendekatan deterministik dan pendekatan probabilistik. Pendekatan deterministik menggunakan model yang baku tanpa ada kesalahan/keraguan, sedangkan pendekatan probabilitik menggunakan analisis statistik dengan keraguan/bias/error yang ditoleransi. Ada beberapa model kausalitas yang dapat digunakan, yaitu:
- model kluster, contoh swiss cheese model
- model segitiga, contoh pendekatan People, Proses, dan Sistem
- model jaring, contoh adalah teori domino Heinrich
- model roda , contoh sistem manajemen K3
Era 2020 adalah era digital, sehingga kelanjutan safety di 2020 adalah era digital/Big Data. Premis yang mendasari pemikiran tersebut adalah:
- Jumlah tenaga kerja di Indonesia di tahun 2022 adalah 135 juta dengan dominasi Generasi Y sebesar 35% dan Generasi X sebesar 32% (BPS, 2019)
- Generasi Y berorientasi pada output dan kompeten dalam teknologi informasi, mampu bekerja kapanpun dan dimanapun mereka berada
- Big Data sebagai sumber tambang baru
- Kebutuhan analisis safety untuk mendeskripsikan kecelakaan, menjelaskan penyebab kecelakaan, meramalkan kecelakaan, dan mengendalikan kecelakaan
Banyak referensi mengenai Big Data, ada beberapa poin penting yang saya ambil dari Buku Big Data untuk ilmu sosial terbitan Gadjah Mada University Press 2021, sebagai berikut:
- Teknologi pengantar sebelum Big Data adalah mobile internet, cloud computing, dan Internet of Things
- Big data memiliki karakter pembeda dari sisi volume, variety, dan velocity
- Big data memiliki data dikotom/binomial (terstruktur dan tidak terstruktur; data personal dan data perilaku)
- Big data dapat didekati dengan logika induktif, deduktif, dan abduktif
- Analisis Big Data dapat dijenjangkan dalam level descriptive, diagnostic, predictive, dan prescriptive (ini sejalan dengan kebutuhan analisis safety)
Contoh penerapan Big data dalam Safety dapat kita lihat dalam studi kasus perusahaan Union Railway Pasific. Union Pasific Railroad adalah perusahaan kereta api yang telah melakukan inovasi teknologi dalam Safety dengan menambahkan Predictive/Technology dalam pendekatan People, Process dan Place (4P). Mereka menggunakan sistem penilaian risiko menggunakan BIG data meliputi lokasi, posisi pekerja, kondisi cuaca, jadwal kerja, jumlah absen, nilai ujian tentang aturan, hasil pelatihan, jumlah pelanggaran, dan lain-lain. Hasilnya adalah peningkatan kinerja keselamatan dengan menggunakan proses analitik. (https://www.youtube.com/watch?v=sJDNa-AWzJY)
Berikut adalah gambaran level analisis Big Data yang diambil dari link berikut: https://blogs.infosupport.com/wp-content/uploads/2019/11/Data-Analytics-Maturity-Model-InfoSupport.png. Kita dapat melihat bahwa level analisis ini telah mengawinkan profesi IT (Information Technology) dengan safety yang memunculkan fungsi BI developer, data engineer, data scientist, dan Chief Data Officer

Sebagai penutup, saya akan memberikan langkah sistematis yang dapat dilakukan untuk melakukan pengelolaan data dalam Safety sebagai berikut:
- Tetapkan model konseptual yang akan digunakan. Saya mengusulkan tiga model konseptual alternatif yang dapat dijadikan acuan, yaitu 1) model konseptual berbasis program, 2) model konseptual berbasis elemen sistem manajemen K3, 3) model konseptual berbasis hasil investigasi kecelakaan
- Kumpulkan semua data pendukung yang mendukung model yang telah ditetapkan di atas
- Tentukan analisis yang digunakan (kuantitatif/kualitatif/campuran)
- Tentukan metrics of performance yang digunakan (descriptive, threshold, trended, nested)
Semoga bermanfaat (ditulis dari Tembagapura – FN)
Pengelolaan Big Data dalam Safety (Bagian 1)
Tulisan ini merupakan hasil telaah saya terhadap beberapa referensi dan pengalaman dalam mengelola safety di Perusahaan. Judul tulisan merupakan gabungan dari dua topik, yaitu dunia Safety dan Big Data yang saya mulai dengan sejarah Safety kemudian dilanjutkan dengan pengelolaan Big Data.
Sejarah Safety
Sejarah Safety secara runtut dapat dibaca dalam buku “Foundation of Safety Science” oleh Sidney Dekker, buku ini diterbitkan oleh CRC Press pada tahun 2019. Dalam buku tersebut kita diajak untuk memahami bagaimana safety itu berkembang setiap dekade (masa 10 tahun) dari tahun 1900 sampai dengan 2010. Secara ringkas dapat saya susun sebagai berikut:
1900 – The Beginning
Dalam masa ini safety difokuskan pada desain dan perawatan dari fasilitas/peralatan. Peraturan dibuat dan ditegakkan dengan inspeksi terhadap fasilitas/peralatan tersebut. Kejadian tidak diinginkan terjadi karena adanya kesenjangan dalam peraturan yang dibuat atau kegagalan untuk menegakkan peraturan.
1910 – Taylor & Proceduralization
Dalam masa ini, Frederick Taylor mengeluarkan teori bahwa pekerja adalah orang bodoh dan manajer adalah orang pintar. Dengan demikian, pekerja harus diseleksi, diberikan instruksi, dan diawasi ketika bekerja supaya tidak menyimpang dari aturan/instruksi (prosedur) yang dibuat dan direncanakan oleh manajernya.
1920 – Accident Prone
Dalam masa ini, Accident Prone teori mengatakan bahwa ada beberapa orang yang memiliki atribut yang menyebabkan mereka sering terlibat dalam kecelakaan. Mengidentifikasi dan mengukur atribut tersebut akan membantu mengurangi kecelakaan dengan mengeluarkan orang-orang dengan atribut tersebut dari pekerjaan atau populasi yang ada
1930 – Heinrich & Behavior Based Safety (BBS)
Dalam masa ini, Heinrich mengeluarkan teori yang terdiri dari 3 hal, yaitu 1) kecelakaan terjadi karena penyebab linear (domino), 2) ada rasio tetap antara kecelakaan fatal, ringan, dan berat (piramida) 3) tindakan tidak aman oleh pekerja menyumbang 88% kecelakaan. Atas dasar kontribusi yang cukup signifikan dari tindakan tidak aman tersebut muncul pendekatan Behavior Based Safety yang berfokus untuk merubah perilaku pekerja (Human behavior) dengan seleksi, training, sangsi, dan penghargaan
1940 – Human Factors & Cognitive System Engineering
Dalam masa ini, Human Factor mengambil pendekatan yang berbeda dengan Human Behavior. Dalam Human Factor teori, 1) manusia adalah penerima bukan penyebab kecelakaan, 2) target intervensi adalah organisasi bukan manusia, 3) teknologi dan tugas disesuaikan dengan kondisi manusia bukan manusia yang menyesuaikan, 4) masalah safety dilakukan dengan mengontrol teknologi bukan manusia
1950,1960 – System Safety
Dalam masa ini, safety dibangun dalam sistem sejak awal. Setelah sistem beroperasi, sistem menetapkan persyaratan untuk efektivitas dan pengelolaan keamanan dari sistem tersebut. Sistem Safety mengidentifikasi, memetakan, dan memecahkan persoalan safety dengan aspek teknis, manusia, lingkungan, dan faktor kontributor lainnya.
1970 – Man Made Disaster
Dalam masa ini, kecelakaan dan bencana dipahami sebagai fenomena sosial dan organisasi dibandingkan dengan masalah engineering. Fenomena ini dimulai dengan risiko yang meningkat secara bertahap tanpa dikenali dan diperhatikan dalam periode waktu. Dalam masa inkubasi ini problem laten menjadi terakumulasi tanpa dapat dikenali yang disebabkan karena kegagalan organisasi
1980 Normal Accident & High Reliability Organization
Dalam masa ini, Normal Accident Theory (NAT) menjelaskan bahwa kecelakaan adalah normal karena complexity dan coupling sistem yang dibuat dan dioperasikan. Interaksi complexity dan coupling yang tinggi membuat sistem menimbulkan kecelakaan tertentu. Namun demikian, ada interaksi complexity dan coupling yang tidak menimbulkan kecelakaan atau belum menimbulkan kecelakaan, hal ini menimbulkan teori High Reliability Organization (HRO) dimana fokusnya bukan menjadikan penyebab kecelakaan sebagai variabel dependen, tapi pada apa yang berkontribusi terhadap pencegahan kecelakaan dan operasi bebas kesalahan.
1990 – Swiss Cheese & Safety Management System
Dalam masa ini, Swiss Cheese Teori menjelaskan daripada mengontrol perilaku manusia sebagai frontline organisasi, lebih baik fokus pada organisasi itu sendiri. Kecelakaan terjadi karena penetrasi pertahanan keamanan. Pertahanan keamanan ini menjadi lemah karena kegagalan manajemen, supervisor, keputusan organisasi, dan tindakan tidak aman di ujung pertahanan. Swiss Cheese sejalan dengan konsep Safety Management System, dimana kontrol safety berada di sistem manajemen, akuntabilitas, proses dan data.
2000 – Safety Culture
Dalam masa ini, Organisasi didorong untuk membangun budaya keselamatan sebagai kelanjutan logis dari perbaikan terhadap organisasi sebelum menimbulkan kecelakaan. Safety Culture memberikan organisasi aspirasi dan membawa pemimpin organisasi untuk memikirkan apa yang mereka inginkan daripada apa yang mereka hindari. Manajemen bekerja di dalamnya dengan asumsi nilai akan mempengaruhi sikap, kepercayaan, dan perilaku orang di dalamnya.
2010 – Resilience Engineering
Dalam masa ini, Resilience Engineering adalah mengidentifikasi dan meningkatkan kemampuan positif dari orang dan organisasi yang memungkinkan mereka beradaptasi dalam situasi yang dinamis. Resilience bukan tentang mengurangi hal negatif (kecelakaan, error, pelanggaran) tapi pada hal positif. Hal ini didasarkan pada premis bahwa kita berada dalam sistem yang belum tentu aman karena sistem bekerja dalam berbeda dalam tekanan dan konflik tujuan dalam waktu yang sama dengan sumber daya yang terbatas. Orang dan Organisasi harus mengedepankan safety dalam situasi yang dinamis
Berdasarkan sejarah Safety di atas, pertanyaan yang sering diajukan adalah apakah kita meningkatkan safety dalam sistem atau orang ? teknologi atau orang ? top down atau bottom up ? perbaiki sistem atau perbaiki orang ?
Terlepas dari pertanyaan2 di atas, mungkin lebih baik jika kita tidak memperdebatkan pemisahan antara orang dengan sistem, tetapi justru kita mempertajam pemikiran kita bahwa orang bekerja dalam sistem berikut segala atribut dan persoalannya. Di tulisan saya bagian 2, kita akan dibawa ke era 2020, dimana Digitalisasi terutama Big Data menjadi salah satu masa yang tidak dapat dihindari dan berimbas terhadap pengelolaan safety dalam sebuah organisasi.
Bersambung….(FN- ditulis dari Tembagapura)