Archive
Evaluasi Pelatihan dengan pendekatan Metode Penelitian

Pertanyaan yang sering ditanyakan kepada Penyelenggara Pelatihan adalah bagaimana mereka melakukan evaluasi pelatihan? Pertanyaan ini dapat dijawab dengan beberapa model evaluasi pelatihan dari Kirpatrick (reaction, learning, behavior,result), CIPP (context, input, proses, product), Wheel model, Provus model, Stake model, Brinkerhoff model, dan model yang lain. Setiap model memiliki keunikan dan pendekatan yang berbeda sehingga keputusan untuk menggunakannya disesuaikan dengan karakteristik dan tujuan evaluasi pelatihan yang hendak dicapai oleh pihak Penyelenggara Pelatihan atau pihak lain yang berkepentingan/berwenang.
Akan tetapi, ijinkan saya mengusulkan pendekatan Metode Penelitian bertahap untuk melakukan evaluasi pelatihan yang dapat dapat dilakukan oleh praktisi/akademisi secara sistematis, obyektif, dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Modul Pelatihan adalah tindakan intervensi yang dilakukan untuk menambah pengetahuan, keterampilan, merubah sikap atau perilaku seseorang. Berikut adalah urutan dari pendekatan tersebut:
- fase 1: penelitian analitik observasional
- fase 2: penelitian eksperimental
- fase 3 penelitian eksperimintal
Fase 1 (penelitian analitik observasional) dilakukan dengan melakukan “expert judgment” terhadap modul pelatihan yang telah dibuat. Hal ini disebut sebagai validasi isi dari modul pelatihan tersebut. Di dalamnya terdapat angket yang disebarkan kepada sekelompok orang (praktisi/akademisi) terkait dengan topik modul pelatihan tersebut. Angket tersebut berisi topik pelatihan, tujuan pelatihan, uraian isi, dan penilaian berskala 1 s.d. 5 yang akan dihitung nilai koefisiennya. Koefisien tersebut memiliki skala 0 s.d. 1, nilai yang mendekati 1 (contoh 0.8) dapat dikatakan memiliki validasi isi yang baik.
Fase 2 (penelitian eksperimental) merupakan kelanjutan dari fase 1 yang memiliki validasi isi yang baik dan disebut sebagai validitas fungsional. Fase ini akan melakukan observasi terhadap dua kelompok, yaitu kelompok intervensi (diberikan intervensi pelatihan) dan kelompok kontrol (tidak diberikan intervensi pelatihan). Kedua kelompok tersebut diobservasi dengan skala waktu yang tepat apakah ada perubahan pengetahuan, keterampilan, sikap/perilaku sesuai dengan tujuan pelatihan. Hasilnya dibandingkan satu dengan lainnya untuk membuat analisis dan menghasilkan kesimpulan yang sahih apakah ada perubahan pengetahuan,keterampilan, sikap/perilaku dari peserta pelatihan.
Fase 3 (penelitian eksperimental) merupakan kelanjutan dari fase 2 yang memiliki kesimpulan sahih bahwa ada perubahan pengetahuan, keterampilan, sikap/perilaku dari peserta pelatihan. fase ini disebut sebagai efektivitas pelatihan. Fase ini akan meletakkan variabel perubahan pengetahuan, keterampilan, sikap/perilaku sebagai variabel independen dan menempatkan dampak/efek dari pelatihan tersebut sebagai variabel dependen. Contoh dari dampak/efek tersebut adalah penurunan tingkat kecelakaan, peningkatan perilaku selamat, dan lain-lain. Seperti halnya fase 2, penelitian fase 3 ini masih menggunakan metode ekspermintal dengan dua kelompok, yaitu kelompok intervensi dan kontrol.
Semoga bermanfaat (FN, ditulis dari Tembagapura Papua)
TNA – Training Need Analysis
Banyak orang menggunakan istilah TNA – Training Need Analysis dalam mengidentifikasi dan membuat pelatihan yang dibutuhkan oleh karyawan dalam sebuah organisasi. Pada prinsipnya TNA dapat dibagi menjadi 3 hal, yaitu:
- Company based
- Job competency based
- People competency based
Company based TNA merupakan pelatihan mandatory bagi karyawan dalam sebuah organisasi berdasarkan corporate value dan culture yang ada, contoh leadership, safety, communication, …
Job competency TNA merupakam pelatihan yang diturunkan dari persyaratan kompetensi sebuah job title, sebagai contoh seorang planner diwajibkan untuk menguasai ketrampilan mengoperasikan microsoft excel tingkat advanced, scheduling microsoft project tingkat menengah,…
People competency TNA merupakan gap analysis dari orang yang menempati job title tersebut, sebagai contoh si A ditugaskan sebagai planner tetapi keterampilan mengoperasikan microsoft excelnya ada di tingkat dasar padahal dipersyaratkan tingkat advanced, gap inilah yang harus dikejar oleh si A supaya keterampilannya menjadi tingkat advanced,…
Semoga bermanfaat
Novento
Situational Leadership II
Dua hari yang lalu saya mengikuti pelatihan Situational Leadership II dari Ken Blanchard, Cukup menarik konsep yang ditawarkan karena mengetengahkan karakteristik bawahan dan atasan untuk menciptakan efektifitas dalam pekerjaan dan komunikasi. Materinya cukup banyak dan padat, sehingga kalau saya share disini bisa ber Mega Byte ( silahkan japri jika menghendaki ).
Prinsipnya sebetulnya ada tiga hal:
– Diagnosa -> Development Level ( D1, D2, D3, D4 )
– Flexibility -> Leadership Style ( S1, S2, S3, S4 )
– Partnering for Performance
Read more…
ICT in Education
Finding a new role as ICT teacher for primary and midle school make me want to share information and resources for others as well. On the following post, i will post a teaching resources and also lesson plan where you can find them very usefull as reference. Enjoy!
Microsoft Official Course 2279B
Microsoft Official Course 2279B: Planning, Implementing, and Maintaining a Microsoft Windows Server 2003 Active Directoy Infrastructure.
Module1: Introduction to Active Directory Infrastructure
Module2: Implementing an Active Directory Forest and Domain Structure
Module3: Implementing an Organizational Unit Structure
Module4: Implementing User, Group, and Computer Accounts
Module5: Implementing Group Policy
Module6: Deploying and Managing Software by Using Group Policy
Module7: Implementing Sites to Manage Active directory Replication
Module8: Implementing the Placement of Domain Controllers
Module9: Managing Operating Masters
Module10: Maintaining Active Directory
Module11: Planning and Implementing an Active Directory Infrastructure
Completed on June 2008