Archive
Competent Person

Istilah Competent Person atau Orang Yang Berkompeten seringkali muncul dalam peraturan perundang-undangan dan prosedur internal perusahaan, beberapa diantaranya mendefinisikannnya sebagai orang yang memiliki pengetahuan, kemampuan/keterampilan, pengalaman atau sertifikasi kompetensi yang ditetapkan oleh internal perusahaan atau pemerintah berdasarkan Standar Kompetensi Kerja Khusus (SKKK), Standar Internasional (SI), atau Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI).
Dalam ilmu kompetensi, orang yang berkompeten digambarkan dalam IRISAN antara Knowledge, Skills, dan Attitude (lihat gambar diatas), dengan kata lain orang yang mengerjakan suatu task menggunakan gabungan dari pengetahuan, keterampilan, dan sikapnya maka dikatakan sebagai orang yang berkompeten. Akan tetapi, bagaimana mengukur task yang dilakukan oleh orang tersebut dalam kondisi lingkungan yang sama atau berbeda disebut kompeten ?
Jawaban dari pertanyaan tersebut ada dalam DIMENSI KOMPETENSI.
Dimensi Kompetensi merupakan ukuran baku ketika kita hendak menyatakan bahwa orang tersebut kompeten/belum kompeten. Terdapat Lima Dimensi Kompetensi, Dimensi 1 s.d. 4 (Task Skills, Task Management Skills, Contigency Management Skills, Job Role Environmental Skills) merupakan dimensi kompetensi dalam lingkungan yang tetap, sedangkan Dimensi 5 (Transfer Skills) merupakan dimensi kompetensi dalam lingkungan yang berbeda.
Untuk memahami lima dimensi kompetensi tersebut, kita ambil contoh sederhana seorang pengemudi mobil. Seorang pengemudi mobil dikatakan kompeten apabila 1) dia dapat menghidupkan,menjalankan, dan mematikan mobil sesuai dengan prosedur (Task Skils), 2) dia dapat menjalakan mobil untuk mengantar barang/penumpang dari titik A ke tidak B (Task Management Skills), 3) dia dapat mengambil tindakan pencegahan/perbaikan apabila ada kerusakan mobil (Contigency Management Skils), 4) dia dapat mengikuti aturan perjalanan/rambu lalu lintas ketika mengemudikan mobil (Job Role Environmental Skills), dan 5) dia dapat mengemudikan mobil dengan merk apapun dan transmisi manual/matik (Transfer Skills). Ketika pengemudi mobil tersebut telah memenuhi kelima unsur dimensi kompetensi tersebut maka dia dikatakan sebagai pengemudi yang Kompeten!
Semoga bermanfaat (ditulis dari Tembagapura – FN)
Kesenjangan Pendidikan dan Pekerjaan

Kesenjangan antara dunia pendidikan dan dunia pekerjaan merupakan masalah yang seringkali menjadi pertanyaan perguruan tinggi sebagai penghasil tenaga kerja dan perusahaan/organisasi sebagai penyerap tenaga kerja. Banyak solusi yang diterapkan untuk meminimalkan kesenjangan tersebut, diantaranya adalah konsep link & match, kampus merdeka, vocational school, dan lain lain yang digagas oleh pemerintah, pemerhati, pengamat, akademisi, praktisi, pengusaha, dan pihak-pihak yang berkepentingan.
Melihat kembali ke belakang di tahun 2012, Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI), di dalamnya terdapat panduan penjenjangan dan penyetaraan antara 3 pihak yang berkepentingan, yaitu pihak pendidikan, profesi dan perusahaan. Terdapat 9 tingkat sebagaimana terlihat dalam gambar di atas, dimana setiap tingkat memiliki deskripsi kualifikasi yang memasukkan 6 parameter utama yaitu science, knowledge, know-how, skill, affection, dan competency
Deskripsi Kualifikasi digunakan oleh pihak Perguruan Tinggi ketika membuat penjenjangan kurikulum pendidikan (contoh D3,S1,S2,S3). Hal yang sama berlaku juga untuk organisasi/lembaga sertifikasi profesi ketika membuat penjengan skema kompetensi (contoh muda madya dan utama dalam SKKK/SKKNI) dan perusahaan ketika membuat jenjang jabatan karir maupun pengalaman kerja (contoh operator, analis, ahli, front line, middle line, upper mgmt).
Deskripsi Kualifikasi dapat dibaca secara detail dalam PP Nomor 8 Tahun 2012, sebagai contoh saya tampilkan salah satunya dalam bentuk tabel sebagai berikut:
6 (S1/Analis…) | 7 (S1 Profesi/Lower Mgmt…) | 8 (S2/Midle Mgmt…) | 9 (S3/Upper Mgmt…) |
mampu mengambil keputusan yang tepat berdasarkan analisis informasi dan data | mampu memecahkan masalah di dalam bidang keilmuannya melalui pendekatan monodisipliner | mampu memecahkan masalah di dalam bidang keilmuannya melalui pendekatan multidisipliner | mampu memecahkan masalah di dalam bidang keilmuannya melalui pendekatan inter, multi, dan transdisipliner |
Terlihat dalam tabel di atas gradasi kompetensi yang diperlukan dari jenjang 6 sampai dengan 9, semakin tinggi jenjangnya maka tingkat parameter science lebih dominan sedangkan semakin rendah jenjangnya maka tingkat parameter skills lebih dominan. Hal ini sesuai dengan level kognitif dari taxonomi Bloom (2001). Baik itu Perguruan Tinggi, lembaga/organisasi sertifikasi profesi, maupun Perusahaan dapat menentukan sendiri seberapa jauh porsi dari 6 parameter utama dalam setiap jenjang. Alhasil, kerja sama dari ketiga pihak ini untuk menentukan formula yang tepat akan menentukan sejauh mana kesenjangan antara dunia pendidikan dan pekerjaan dapat dikecilkan sampai pada tingkatan yang wajar.
Semoga bermanfaat (FN – ditulis dari Tembagapura, Papua)
Berbagi Pengalaman Menimba Ilmu Kesehatan di UNDIP Semarang..Bagian (1)
Banyak hal positif terjadi ketika saya menimba ilmu kesehatan di UNDIP Semarang selama awal semester berjalan, berikut yang bisa saya sharing berikut aplikasinya dalamĀ K3 Perusahaan:
- Statistic: uji beda dengan uji t, uji chi square, anova dan uji korelasi dengan pearson, regresi,..(Aplikasi: Statistik Kecelakaan dalam Perusahaan hanya menampilkan data kecelakaan menggunakan variable demografi seperti umur, masa kerja, pendidikan, dll. Pertanyaan menarik dari Statistik adalah seberapa kuat pengaruh variable tersebut terhadap kecelakaan kerja ? apakah ada persamaan matematis yang bisa dibuat sehingga dengan mengetahui besaran variabel tersebut dapat ditentukan berapa % kecelakaan akan terjadi?)
- Filsafat ilmu: perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat perlu dikembalikan ke solusi filsafat supaya tidak kebablasan,…(Aplikasi: Solusi Filsafat selalu mempertanyakan jawaban yang diberikan sampai kepada dasarnya, dalam Perusahaan selalu ditanyakan root cause dari sebuah Kecelakaan kerja dengan harapan root cause ditemukan maka kecelakaan tidak akan terjadi lagi. Pertanyaan Filsafat selalu mempertimbangkan sisi ONTOLOGIS (dasar), EPISTEMOLOGIS (metode), dan AKSIOLOGIS (norma)
- Ilmu Perilaku: membahas prediktor apa saja yang bisa membentuk perilaku seseorang/kelompok, mulai dari pengetahuan, sikap, keyakinan, persepsi, niat, norma, kontrol, keterampilan, self efficacy, …(Aplikasi: Banyak kali Perusahaan menganalisis unsafe act secara keliru dan dangkal, bisa jadi unsafe act yang terjadi bukan karena kurangnya pengetahuan, tapi karena dia meniru sikap dan perilaku atasan atau rekan kerja yang lain ?
- Ilmu Kesehatan Kerja: mempelajari anatomi anggota tubuh manusia yang terkena dampak kesehatan akibat lingkungan kerja,…(Aplikasi: menemukan bagaimana sebuah penyakit akibat kerja dapat masuk dalam tubuh seseorang lewat penelitian panjang jarang dilakukan oleh Perusahaan karena keterbatasan waktu , budget maupun resources, apakah Departemen K3 memiliki section penelitian atau RnD)
- Metodologi penelitian: penelitian cross sectional, case control, cohort , dan experimental (Aplikasi: menemukan bagaimana sebuah penyakit akibat kerja atau kecelkaan kerja dapat masuk dalam tubuh seseorang atau terjadi ke seseorang lewat penelitian panjang jarang dilakukan oleh Perusahaan karena keterbatasan waktu , budget maupun resources,apakah Departemen K3 memiliki section penelitian atau RnD)
- Promosi Kesehatan: mempelajari bagaimana program kesehatan dijalankan mengikuti Ottawa Charter (Advocate, Mediate, Enable),…(Aplikasi: Promosi Kesehatan tidak hanya lewat Pendidikan ataupun Penyuluhan tapi juga lewat pemberdayaan masyarakat dan usaha mempengaruhi pembuat kebijakan lewat Advokasi. Banyak Perusahaan memberikan pendidikan dan pelatihan K3 tapi jarang mempengaruhi pembuat Kebijakan K3 maupun pemberdayaan karyawan untuk sadar K3 lewat upaya promotif dan preventif
- Industrial Hygiene: membahas bahaya lingkungan kerja, higiene dan sanitasi, …(Aplikasi: Dalam Permenaker 5 tahun 2018, dijelaskan Bahaya Lingkungan Kerja dari Fisik, Kimia, Biologi, Ergonomik, Psikologi, Higiene dan Sanitasi. Tidak banyak perusahaan yang menaruh minta mendalam terhadap bahaya Psikologi ?
- Laboratorium K3: mempraktekkan alat pengukuran Lingkungan Kerja, …(Aplikasi: Pengukuran Lingkungan Kerja perlu dikaitkan dengan Pengukuran Tenaga Kerja, contoh Pengukuran kebisingan menggunakan Sound Level Meter dikaitkan dengan Pengukuran Audiometri Tenaga kerja, …)
Semoga bermanfaat
Novento, 11/19/2018
Selamat hari Guru 2015
Menarik untuk saya tuliskan disini sebagai tulisan tutup tahun 2015. Selama enpat hari ke belakang ini, saya diikutkan dalam sertifikasi instruktur muda dan madya sebagai salah satu prasyarat untuk “mengajar”.
Dalam kesempatan tersebut ada 7 kompetensi yg diukur (muda ) dan ditambahkan 2 kompetensi (madya) sebagai berikut:
1. pemenuhan K3 dengan JSA
2. menyiapkan bahan pelatihan
3. menyiapkan peralatan pelatihan
4. merencanakan program pelatihan
5. membuat rencana sesi
6. menyampaikan sesi pelatihan
7. melatih kelompok kecil
8. membuat dan mempromosikan program pelatihan
9. melakukan kaji ulang pelatihan.
Semua proses diatas merupakan tuntunan urut yang perlu dan wajib dimiliki, dipelajari, diterapkan dan dikaji secara terus menerus oleh seorang instruktur / pengajar sebagai seorang profesional.
Pertanyaan berikutnya yang menarik adalah apakah kesemuanya itu berlaku untuk “guru” ?
Jawabannya tentu saja, setiap guru lewat jalur pendidikan formal/non formal diwajibkan memiliki semua ranah kompetensi diatas, sehingga muncul profesionalisme guru. akan tetapi ada unsur pembeda antara guru dengan instruktur! dan postingan ini akan jadi panjang jika dipaparkan satu persatu, akan tetapi mungkin “quote” berikut akan membantu…
“Kesuksesan seorang instruktur bisa diukur dari kelulusan peserta didiknya akan tetapi kesuksesan seorang guru hanya bisa diukur dari perubahan perilaku peserta didiknya dan ketulusan”
Selamat hari Guru!
SMART Analysis
Banyak referensi mengenai SMART ( Specific, Measurable, Achievable, Relevant, Time-Based ) Analysis, namun hanya sedikit yang memberikan 5 menit pemahaman dan terapan langsung di lapangan. Contoh berikut ini sederhana tapi mempunyai makna mendalam untuk pemahaman lebih lanjut mengenai SMART analysis.
Contoh 1:
S: Saya akan menjual mainan anak di online store
M: Saya akan mencari, mendaftar domain di online store dalam waktu 1 bulan, kemudian saya akan upload foto mainan anak yang akan dijual minimal 10 foto per minggu.
A: Saya akan membuat daftar mainan anak Terbaru, kemudian menguploadnya ke online store, dan mempromosikannya lewat facebook dan e-mail group.
R: Dengan menjual mainan anak di online store akan menambah income saya dan juga menjalin relasi dengan orang lain
T: online store akan siap dalam waktu 1 bulan, daftar mainan baru dan foto akan diupload dalam waktu 1 minggu setelahnya.
Contoh 2:
S: Saya akan menulis buku mengenai pernikahan
M: Saya akan mencari referensi lewat internet, melakukan sampling dan survey minimal 10 pasangan suami istri dalam waktu 2 bulan.
A: Saya akan membuat check list pertanyaan yang akan diajukan untuk survey, mendistribusikannya ke tetangga dan teman terdekat, mengikuti dan menampilkan diri dalam forum media
R: Dengan menulis buku mengenai pernikahan akan menambah pengetahuan saya dan juga menjalin relasi dengan orang lain , membagi pengetahuan dengan pasangan suami istri yang lain
T: pembuatan pertanyaan dan check list dalam waktu 1 minggu, survey dalam waktu 2 bulan, dan promosikan ke penerbit dan media massa dalam tenggat 3 bulan sesudah survery dilakukan.