Kesenjangan Pendidikan dan Pekerjaan

Kesenjangan antara dunia pendidikan dan dunia pekerjaan merupakan masalah yang seringkali menjadi pertanyaan perguruan tinggi sebagai penghasil tenaga kerja dan perusahaan/organisasi sebagai penyerap tenaga kerja. Banyak solusi yang diterapkan untuk meminimalkan kesenjangan tersebut, diantaranya adalah konsep link & match, kampus merdeka, vocational school, dan lain lain yang digagas oleh pemerintah, pemerhati, pengamat, akademisi, praktisi, pengusaha, dan pihak-pihak yang berkepentingan.
Melihat kembali ke belakang di tahun 2012, Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI), di dalamnya terdapat panduan penjenjangan dan penyetaraan antara 3 pihak yang berkepentingan, yaitu pihak pendidikan, profesi dan perusahaan. Terdapat 9 tingkat sebagaimana terlihat dalam gambar di atas, dimana setiap tingkat memiliki deskripsi kualifikasi yang memasukkan 6 parameter utama yaitu science, knowledge, know-how, skill, affection, dan competency
Deskripsi Kualifikasi digunakan oleh pihak Perguruan Tinggi ketika membuat penjenjangan kurikulum pendidikan (contoh D3,S1,S2,S3). Hal yang sama berlaku juga untuk organisasi/lembaga sertifikasi profesi ketika membuat penjengan skema kompetensi (contoh muda madya dan utama dalam SKKK/SKKNI) dan perusahaan ketika membuat jenjang jabatan karir maupun pengalaman kerja (contoh operator, analis, ahli, front line, middle line, upper mgmt).
Deskripsi Kualifikasi dapat dibaca secara detail dalam PP Nomor 8 Tahun 2012, sebagai contoh saya tampilkan salah satunya dalam bentuk tabel sebagai berikut:
6 (S1/Analis…) | 7 (S1 Profesi/Lower Mgmt…) | 8 (S2/Midle Mgmt…) | 9 (S3/Upper Mgmt…) |
mampu mengambil keputusan yang tepat berdasarkan analisis informasi dan data | mampu memecahkan masalah di dalam bidang keilmuannya melalui pendekatan monodisipliner | mampu memecahkan masalah di dalam bidang keilmuannya melalui pendekatan multidisipliner | mampu memecahkan masalah di dalam bidang keilmuannya melalui pendekatan inter, multi, dan transdisipliner |
Terlihat dalam tabel di atas gradasi kompetensi yang diperlukan dari jenjang 6 sampai dengan 9, semakin tinggi jenjangnya maka tingkat parameter science lebih dominan sedangkan semakin rendah jenjangnya maka tingkat parameter skills lebih dominan. Hal ini sesuai dengan level kognitif dari taxonomi Bloom (2001). Baik itu Perguruan Tinggi, lembaga/organisasi sertifikasi profesi, maupun Perusahaan dapat menentukan sendiri seberapa jauh porsi dari 6 parameter utama dalam setiap jenjang. Alhasil, kerja sama dari ketiga pihak ini untuk menentukan formula yang tepat akan menentukan sejauh mana kesenjangan antara dunia pendidikan dan pekerjaan dapat dikecilkan sampai pada tingkatan yang wajar.
Semoga bermanfaat (FN – ditulis dari Tembagapura, Papua)